MENANTI MALAM PENUH KEMULIAAN (LAYLATUL QADAR)

Posted on Updated on

menanti laylatul qadar

Menanti Malam Penuh Kemuliaan (Laylatul Qadar)

  1. Mari hidupkan 10 terakhir Ramadhan, carilah lailatul qadar padanya!

Asy- Syaikh Ali bin Yahya Al-Haddadi hafidzahullah :

“Maka bertaqwalah kalian wahai hamba-hamba Allah, ingatlah telah berlalu sebagian besar dari bulan Ramadhan dan tersisa sedikit saja, dan sesungguhnya hari-hari yang tersisa ini lebih baik dari yang telah berlalu maka manfaatkanlah sebaik-baiknya kesempatan ini”

Bersungguh-sungguhlah dalam membaca Kitabullah, menegakkan malam-malamnya dengan shalat, tilawah, dan dzikir.  Bersungguh-sungguhlah dalam mencari Lailatul Qadr, yang Allah -ta’ala- berfirman tentangnya :

“Sesungguhnya Kami menurunkannya (al Quran) pada malam Lailatul Qadr. Malam Lailatul Qadr adalah lebih baik dari seribu bulan. Para malaikat dan ar Ruh (Jibril) turun pada malam itu dengan ijin Rabb mereka dari segala urusan (tahun itu). Keselamatan pada malam itu hingga terbit fajar” ( Al Qadr : 1-5)

Ibadah pada malam tersebut menyamai ibadah selama lebih dari delapan puluh tahun tanpa Lailatul Qadr. Rasulullah-shallallahu alaihi wa sallam- bersbada :

( من قام ليلة القدر إيماناً واحتساباً غفر له ما تقدم من ذنبه)

“Barang siapa yang menegakkan lailatul qadr karena dorongan iman dan ihtisab (mengharap) pahala, maka Allah akan ampuni dosanya yang telah lalu”

Maka bersemangatlah kalian dalam mencarinya, terutama pada malam-malam ganjil.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda :

“Carilah dia pada sepuluh malam terakhir” (Muttafaqun alaih)

Beliau shallallahu alaihi wa sallam juga bersabda

“Carilah Lailatul Qadr pada malam witir dari sepuluh malam terakhir” ( Muttaqun alaih)

Disyariatkan juga pada malam tersebut untuk memperbanyak membaca doa yang mencakup, terlebih dengan doa yang disebutkan dalam hadits Aisyah ketika beliau bertanya kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam,

“Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu jika aku menepati Lailatul Qadr, dengan apa aku berdoa? ”

Beliau bersabda,  Ucapkanlah :

اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي

“Yaa Allah Engkau adalah Maha Pemaaf mencintai maaf, maka maafkanlah aku”
(Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan at-Tirmidzi, beliau berkata : hadits hasan shahih)

Maka perbanyaklah membaca doa ini pada sepuluh malam terakhir seluruhnya, karena Lailatul Qadr bisa terjadi di malam manapun, malam genap maupun ganjil.

Yaa Allah terimalah amalan-amalan sholih kami….

Maafkanlah kejelekan-kejelekan dan ketergelinciran kami…

Tutuplah kami dengan maaf dan magfirah Mu…

Dan dengan kemenangan mendapatkan jannah (surga) yang penuh kenikmatan…

Lindungilah kami dengan rahmat-Mu dari adzab neraka jahiim…

Sumber : “Cuplikan dari khutbah tertulis karya asy Syaikh Ali ibn Yahya al Haddady hafidzahullah.

http://www.haddady.com

2. Bagaimana menghidupkan 10 malam terakhir di bulan Ramadhan?

Dari Aisyah radhiallahu anha, beliau menceritakan “Dahulu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam jika masuk sepuluh (akhir dari bulan Ramadhan) menghidupkan malam, membangunkan keluarganya dan mengencangkan ikat pinggangnya”. ( Muttafaqun alaih)

Asy-Syaikh Muhammad ibn Shalih al-Utsaimin rahimahullah menjelaskan makna hadits di atas dalam Syarah Riyadhus Shalihin, beliau berkata :

” Penulis (an-Nawawi) rahimahullah menukilkan dari Ummil Mukminin Aisyah binti Abi Bakr ash Shiddiq radhiallahu anha_tentang kegiatan Rasulullah _shallallahu alaihi wa sallam pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan, bahwa beliau jika telah masuk sepuluh hari terakhir mengencangkan ikat pinggangnya, menghidupkan malamnya, bersungguh-sungguh dan bersemangat dalam ibadah -alaihi ash-shalatu wa as-Salaam-

Telah berlalu pada hadits yang sebelumnya, bahwa beliau -shallallahu alaihi wa sallam- senantiasa menegakkan shalat malam hingga pecah-pecah kedua kaki beliau, dan beliau menegakkan shalat malam lebih dari separuh malam, atau separuhnya, atau sepertigannya.

Adapun pada sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan beliau menegakkan semalam penuh, yakni menghidupkan seluruh malamnya dengan ibadah, dengan berbuka puasa setelah matahari terbenam, shalat isya, dan berbagai perkara yang beliau pandang sebagai bentuk taqarrub kepada Allah -azza wa jall-.

Bukan maknanya bahwa seluruh malam beliau isi dengan shalat. Dengan bukti bahwa  (istri beliau) Shafiyyah bintu Huyay bin Akhtab pernah mendatangi beliau -shallallahu alaihi wa sallam- (di tempat i’tikaf), beliau berbincang dengannya setelah shalat isya. Akan tetapi seluruh yang beliau kerjakan pada malam-malam itu adalah taqarrub kepada Allah -azza wa jalla- ,  baik berupa shalat, bersiap untuk shalat, atau selainnya.

Di sini juga terdapat dalil bahwa Rasulullah -shallallahu alaihi wa sallam- menghidupkan sepuluh malam akhir di bulan Ramadhan seluruhnya, akan tetapi beliau tidak menghidupkan malam selain itu. Yakni beliau tidak pernah menegakkan (menghidupkan) semalam penuh hingga shubuh kecuali di sepuluh malam terakhir dari Ramadhan. Hal itu dalam rangka mencari Lailatul Qadr.

Malam Lailatul Qadr berada di sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan, terlebih pada tujuh malam terakhirnya. Inilah malam yang padanya Allah menetapkan takdir segala yang akan terjadi pada tahun itu.

Malam yang sebagaimana Allah berfirman tentangnya, ( yang artinya) :

“Lebih baik dari seribu bulan.” (Al-Qadr : 3)

Oleh karena itu beliau -shallallahu alaihi wa sallam- menghidupkannya. Barang siapa yang menegakkan Lailatul Qadr karena dorongan iman dan ihtisab (mengharapkan pahala), maka Allah akan ampuni dosa-dosanya yang telah lampau.

Sumber :  Syarah Riyadhus Shalihin, Ibnu Utsaimin (1/118)

3. Keadaan para salaf bersama al-quran di 10 terakhir Ramadhan

Sallam bin Abi Muthi’ rahimahullah berkata :

“Dahulu Qatadah rahimahullah mengkhatamkan Al-Quran setiap tujuh malam. Jika datang bulan ramadhan, maka beliau mengkhatamkannya setiap tiga malam. Jika masuk sepuluh terakhir bulan Ramadhan, maka beliau mengkhatamkannya setiap malam.” Sumber: “Siyar a’lam an-nubala'” (5/276).

•••••••••••••••••••••
Majmu’ah Manhajul Anbiya | Telegram https://tlgrm.me/ManhajulAnbiya | Situs Resmi http://www.manhajul-anbiya.net

WASIAT AL-‘ALLAMAH IBNU BAAZ RAHIMAHULLAH SETELAH MELALUI PERTENGAHAN RAMADHAN

Posted on

berlalu setengah ramadhanWASIAT AL-‘ALLAMAH IBNU BAAZ RAHIMAHULLAH SETELAH MELALUI PERTENGAHAN RAMADHAN
━━━━━━━━━━━━━━

✍ Berkata Al-‘Allamah Ibnu Baaz _rahimahullah_:

《 Dan sesungguhnya bulan yang mulia ini telah pergi sebagian besarnya, dan hari ini [16] kami memohon kepada Allah agar memberikan taufiq kepada kami dan kalian agar dilipatgandakan kesungguhan dalam perkara yang diridhai-Nya dan agar menolong kami dan kalian untuk dapat berlomba-lomba dalam kebaikan.

▪️ Hari-hari mulia ini yang tersisa disyariatkan bagi setiap mukmin padanya agar melipatgandakan kesungguhan dan agar memberikan perhatian kepada apa yang terlewatkan pada sisanya dari ketaatan kepada Allah ﷻ , banyak shalat, banyak bertasbih, tahlil, takbir dan tahmid, banyak membaca Al-Qur’an yang mulia dengan mentadaburi dan memahaminya, banyak sedekah, banyak memberikan nasehat dan arahan kepada kebaikan dan amar ma’ruf – nahi munkar dan lain sebagainya dari bentuk-bentuk kebaikan.

Setiap kali bulan ini berlalu maka seharusnya bagi seorang mukmin untuk bertambah amalan dan memperbaiki sisanya. 》

•┈┈┈••✦✿✦••┈┈┈•

Audio dapat didengar di:
[https://goo.gl/5LMsNf]

——————————————————

وَصِيَّةُ العَلّامَة بـنُ بَـاز -رَحِـمَهُ الله-
بَعْـدَ انْتِـصَافِ شَهـْرِ رَمَـضَانْ

✍ قــالَ -رَحِــمَهُ الله- :

《 فإنَّ هذا الشهر الكريم قد ذهب أكثره، واليوم -السادس عشر- فنسأل الله أن يوفقنا وإياكم لمضاعفة الجهود في كل ما يرضيه وأن يعيننا وإياكم على المسابقة إلى كل خير.

◉ هذه الأيام الفاضلة الباقية يشرع للمؤمن فيها أن يضاعف الجهود وأن يعتني بما فاته في البقية من طاعات الله -جلا وعلا- ،  كثرة الصلاة ، كثرة التسبيح والتهليل والتكبير والتحميد ، كثرة القراءة للقرآن الكريم بالتدبر والتعقل ، كثرة الصدقة ، كثرة النصيحة والتوجيه إلى الخير والأمر بالمعروف والنهي عن المنكر إلى غير هذا من وجوه الخير.

↫  كلّما تقدم الشهر ينبغي للمؤمن أن يزيد في العمل ويستدرك البقية》.

ــــــــــــــ
📌للْإِسْتِـ🔊ـمَاعِ أَو التَّحْمِـ📥ـيلِ مِنْ هُنـ↶ـا:

[https://goo.gl/5LMsNf]
———————

Sumber : Channel MutiaraASK, http://tlgrm.me/MutiaraASK | Website ASK, http://bit.ly/BlogASK

TEMAN SEJATI

Posted on

Teman SejatiTeman Sejati

Berkata Syaikh Al-‘Allamah Muhammad bin Hadi Al-Madkhali hafizhahullah:
Berhati-hatilah dari pertemanan penjilat, yang tidak memperlihatkan kepadamu kecuali pujian, yang tidak memperdengarkan kepadamu kecuali sanjungan, dan tidak memperlihatkan kepadamu melainkan engkau adalah sebaik-baik manusia, orang ini tidak dapat engkau ambil manfaat dari pertemanan dengannya,

Oleh karenanya termasuk dari perkara yang disebutkan tentang hal ini dari Dawud At-Tha’iy rahimahullah, seorang ahli ibadah yang zuhud lagi alim dan wara’, tatkala beliau meninggalkan teman-temannya dan menyendiri dari mereka maka mereka bertanya kepadanya: “Mengapa engkau meninggalkan pertemanan dengan mereka?”
Beliau menjawab: “Apa yang bisa aku lakukan dengan pertemanan orang yang bermanis muka kepadaku dan tidak memberitahukan kepadaku akan cacat-cacatku?”
Maka orang yang tidak bisa memberitahukan kepadamu akan kekuranganmu (‘aibmu) jika dia melihat itu ada padamu dan tidak menasehatimu jika engkau bertanya tentang kekuranganmu, maka orang ini tidak ada kebaikan padanya,
Dan perkara ini pada hari ini begitu berat bagi setiap orang, bahkan lebih berat bagi seorang insan meminta dari saudaranya untuk menjelaskan kepadanya akan kekurangannya jika dia melihat adanya kekurangan padanya.
Tidak ada seorang pun yang mengenalkan kepadanya bahwa dia memiliki kekurangan, kendati betapa banyaknya ‘aib (kekurangan) kita,

Semoga Allah merahmati siapa pun yang menunjukkan kepada kita kekurangan-kekurangan kita, maka orang seperti ini dia-lah pemberi nasehat, dan dia-lah yang mencintai (dengan sesungguhnya), dan dia-lah yang mengasihi (diri kita), namun kebanyakan dari manusia di hari ini tidak memandang hal ini, dan orang yang menunjukkan kepadamu dan memperlihatkan kepadamu akan ‘aib dirimu dia-lah yang mencintaimu, dia-lah pemberi nasehat bagimu, dan dia-lah teman sejati yang akan setia menemanimu dalam persaudaraannya, adapun orang yang bermanis muka saja maka berhati-hatilah darinya dan jangan engkau mendekat darinya.

Audio dapat didengar di: https://goo.gl/WFds7C

Sumber artikel : Ahlus Sunnah Karawang (Channel Telegram MutiaraASK http://bit.ly/MutiaraASK)

ISLAMMU SEBAGAI MAHARKU (PELAJARAN DARI KISAH UMMU SULAIM)

Posted on

Islammu Sebagai MaharkuIslammu Sebagai Maharku (Pelajaran dari Kisah Ummu Sulaim)

Ini bukan judul film khayal, bukan pula judul novel picisan. Namun, kisah ini benar terjadi di dunia nyata. Pernah ada seorang wanita yang menikah dengan seorang lelaki dengan mahar keislaman si lelaki.

Bagi Anda yang pernah membolak-balik buku sejarah manusia-manusia mulia, yakni para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan Anda belajar sunnah, tentu pernah melewati kisah sepasang anak manusia tersebut.

Ya, pasangan itu adalah Abu Thalhah yang bernama Zaid bin Sahl al-Khazraji al-Anshari dan Ummu Sulaim Rumaisha bintu Milhan al-Khazrajiyah al-Anshariyah[1], semoga Allahsubhanahu wa ta’ala meridhai keduanya. Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, putra Ummu Sulaim radhiallahu ‘anha dari suami pertamanya[2], menceritakan,

خَطَبَ أَبُوْ طَلْحَةَ أُمَّ سُلَيْمٍ فَقَالَتْ: وَاللهِ، مَا مِثْلُكَ يَا أَبَاطَلْحَةَ يُرَدُّ، وَلَكِنَّكَّ رَجُلٌ كَافِرٌ وَأَنَا امْرَأَةٌ مُسْلِمَةٌ، وَلاَ يَحِلُّلِي أَنْ أَتَزَوَّجَكَ. فَإنْ أَسْلَمْتَ فَذَاكَ مَهْري، وَمَا أَسْأَلُكَ غَيْرَهُ.فَأَسْلَمَ فَكَانَ ذَاكَ مَهْرَهَا.

قَالَ ثَابِتٌ: فَمَا سَمِعْتُ بإمْرَأَةٍ قَطُّ أَكْرَمَ مَهْرًا مِنْ أُمِّ سُلَيْمٍ،الْإِسْلاَمَ. فَدَخَلَ بِهَا فَوَلَدَتْ لَهُ.

Abu Thalhah radhiallahu ‘anhu meminang Ummu Sulaim radhiallahu ‘anhu, maka Ummu Sulaim berkata, “Demi Allah! Orang sepertimu, wahai Abu Thalhah, tidak sepantasnya ditolak. Hanya saja engkau seorang yang kafir, sementara aku seorang muslimah. Tidak halal bagiku menikah denganmu. Apabila engkau mau masuk Islam, itulah maharku. Aku tidak akan meminta kepadamu selain itu.”

Akhirnya, Abu Thalhah masuk Islam, dan keislamannya menjadi mahar bagi Ummu Sulaim.

Tsabit, rawi yang mendengar hadits ini dari Anas, berkata, “Aku tidak pernah mendengar seorang wanita yang mahar pernikahannya lebih mulia daripada mahar Ummu Sulaim, yaitu Islam. Setelah menikah, Abu Thalhah ‘pengantinan’ dengan Ummu Sulaim. Ummu Sulaim kemudian melahirkan anak untuk Abu Thalhah.” (HR An- Nasa’i no. 3341, dinyatakan sahih dalam Shahih Sunan an-Nasa’i)

Dalam riwayat lain disebutkan Anasradhiallahu ‘anhu berkata, “Abu Thalhahradhiallahu ‘anhu menikahi Ummu Sulaim. Mahar pernikahan keduanya adalah keislaman (Abu Thalhah). Ummu Sulaim masuk Islam lebih dahulu sebelum Abu Thalhah[3]. Lalu Abu Thalhah melamar Ummu Sulaim, maka Ummu Sulaim berkata, ‘Aku telah berislam. Jika engkau mau masuk Islam, aku mau menikahdenganmu.’ Masuk Islamlah Abu Thalhah, dan itulah mahar pernikahan keduanya.” (HR An-Nasa’i, no. 3340, dinyatakan sahih dalamShahih Sunan an-Nasa’i)

Bukan hukum ‘menjadikan keislaman sebagai mahar’ yang ingin kita bahas di sini[4], melainkan bagaimana Abu Thalhah dan Ummu Sulaim—semoga Allah subhanahu wa ta’ala meridhai pasangan ini—membangun rumah tangganya sejak awal di atas fondasi iman. Tentu hal ini menjadi teladan bagi mereka yang ingin membangun rumah tangga.

Petikan Kisah Abu Thalhah dan Ummu Sulaim Alkisah, tersebutlah Ummu Sulaim dan putranya Anas dengan sebutan yang manis di tengah manusia. Ibu dan anak, dua sosok yang mengagumkan. Ummu Sulaim adalah sosok wanita jelita yang cerdas.

Allah subhanahu wa ta’ala kumpulkan pada dirinya keilmuan, kefaqihan, keikhlasan, kebersihan jiwa, kedermawan, dan keberanian. Dialah wanita yang keimanan menghunjam kalbunya pada awal kali pertama dia mendengar Kitabullah dan sunnah Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam.

Lewat asuhan dan didikannya, setelah taufik dari Rabbnya, terlahirlah seorang anak yang luar biasa, yang kelak memenuhi lembaran kitab ilmu dengan keharuman hadits Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam. Siapa di antara kita yang tidak kenal dengan sang putra, Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu?

Abu Thalhah termasuk yang mendengar tentang mereka. Mulailah hati Abu Thalhah terpaut dan dipenuhi kekaguman. Abu Thalhah pun memberanikan diri untuk mewujudkan asanya mempersunting ibunda Anas yang hidup menjanda.

Sebagai orang yang paling banyak hartanya di kalangan Anshar, tidak berat bagi Abu Thalhah untuk menawarkan kepada Ummu Sulaim mahar yang mahal. Namun, betapa terkejutnya Abu Thalhah dan sungguh kelu lisannya tatkala Ummu Sulaim menolak semua kemewahan tersebut.

Dengan penuh kemuliaan jiwa Ummu Sulaim berkata, “Aku tidak boleh menikah dengan lelaki musyrik seperti Anda. Tidakkah Anda tahu, wahai Abu Thalhah, sungguh sesembahan kalian itu dipahat oleh seorang budak di keluarga Fulan. Sungguh, apabila kalian menyalakan api pada sesembahan tersebut, niscaya akan terbakar.”[5]

Bisa dibayangkan, bagaimana perasaan seorang lelaki yang mengagumi dan mencintai seorang wanita dengan mendalam, namun si wanita menolak cintanya?

Nah, demikian kira-kira perasaan Abu Thalhah. Dia pulang ke rumahnya dengan rasa tidak percaya terhadap apa yang didengar dan dilihatnya. Namun, Abu Thalhah tidak berputus asa. Cintanya membawanya untuk kembali ke kediaman Ummu Sulaim, menawarkan mahar yang lebih tinggi daripada yang kemarin agar Ummu Sulaim bersedia menjadi istrinya. Tidak cukup hanya itu, Abu Thalhah menjanjikan kesenangan hidup dan kemegahan bila nantinya Ummu Sulaim menjadi istrinya.

Akan tetapi, Ummu Sulaim bukanlah wanita yang seleranya tertambat kepada dunia. Dia bukanlah wanita yang silau dengan harta dan kedudukan. Bahkan, pohon keimanan demikian tertancap kuat dalam kalbunya, mengalahkan seluruh iming-iming kenikmatan dunia.

Dengan penuh adab, Ummu Sulaim berkata, “Orang sepertimu sebenarnya tidak pantas untuk ditolak, wahai Abu Thalhah. Hanya saja, Anda seorang yang kafir, sementara saya seorang muslimah. Saya tidak boleh menikah denganmu karena perbedaan ini.”

“Bagaimana dengan apa yang telah kupersiapkan untukmu?” tanya Abu Thalhah.

“Memangnya apa yang telah anda siapkan untukku?” Ummu Sulaim balik bertanya.

“Harta berupa emas dan perak,” jawab Abu Thalhah.

“Aku tidak menginginkan emas dan perak. Yang aku inginkan darimu adalah keislaman. Masuk Islamlah!” Pinta Ummu Sulaim.[6]

Akhirnya, masuk Islam-lah Abu Thalhah dengan dakwah Ummu Sulaim. Tentu kita harus berbaik sangka dengan para sahabat, dalam hal ini kepada Abu Thalhah bahwa keislamannya ketika itu benar tulus dari hatinya, bukan semata agar dapat mempersunting Ummu Sulaim.

Hari-hari setelah keislamannya membuktikan kejujuran imannya, sungguh bagus islamnya Abu Thalhah! Sungguh harum dan heroik kisahnya di medan jihad bersama sang Rasulshallallahu ‘alaihi wa sallam. Kita pun bergumam, “Memang Abu Thalhah sekufu dengan Ummu Sulaim!”

Membangun Rumah Tangga dengan Landasan Keimanan

Demikian seharusnya orang yang ingin membangun rumah tangga. Dia jadikan keimanan sebagai fondasinya. Oleh sebab itu, dituntunkan kepada lelaki yang ingin menikah agar memilih wanita yang salihah, yang baik agamanya, sebagai teman hidupnya dan calon ibu bagi anak-anaknya.

Demikian pula sebaliknya, wanita disuruh memilih lelaki yang salih sebagai penyuntingnya, dalam hal ini dia dibantu oleh walinya untuk memilihkan lelaki yang diridhai agama dan akhlaknya.

Ummu Sulaim telah mencontohkan kepada kita, bagaimana beliau mempersyaratkan keislaman Abu Thalhah bila mau diterima pinangannya. Melihat kadar Ummu Sulaim, kita maklumi bahwa yang dituntutnya dari Abu Thalhah tidak semata-mata masuk Islam mengucapkan dua kalimat syahadat, tapi menjalankan konsekuensi dari keimanan tersebut.

Asa Ummu Sulaim pun tercapai. Terbukti di belakang hari Abu Thalhah merupakan salah satu sahabat yang kokoh membela Islam, siap mengorbankan jiwa, raga, dan hartanya untuk kemuliaan Islam.

Dalam Perang Uhud, Abu Thalhah menunjukkan kecintaannya kepada sang Rasul dengan melindungi beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam agar tidak terkena lemparan anak panah musuh.

Ketika mendengar ayat,

لَن تَنَالُواْ ٱلۡبِرَّ حَتَّىٰ تُنفِقُواْ مِمَّا تُحِبُّونَۚ وَمَا تُنفِقُواْ مِن شَيۡءٖ فَإِنَّ ٱللَّهَ بِهِۦ عَلِيمٞ ٩٢

“Kalian tidak akan mencapai kebajikan (yang sempurna) hingga kalian menginfakkan dari harta yang kalian cintai.” (Ali Imran: 92)

Abu Thalhah berkata kepada Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sungguh hartaku yang paling aku cintai adalah Bairaha[7]. Aku jadikan harta tersebut sebagai sedekah karena Allah subhanahu wa ta’ala. Aku berharap kebaikannya dan pahalanya. Silakan wahai Rasulullah! Anda tempatkan harta tersebut sesuai dengan apa yang Allahsubhanahu wa ta’ala tunjukkan kepadamu.”

Mendengar hal tersebut, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bakh![8] Itu adalah harta yang memberi keuntungan. Itu adalah harta yang memberi keuntungan….” (HR. al-Bukhari no. 1461 dan Muslim no. 2313)

Ujian dalam Rumah Tangga

Dunia adalah darul ibtila’ wal imtihan, negeri tempat ujian dan cobaan. Apakah ujian dan cobaan itu berupa kesulitan ataukah berupa kesenangan.

وَنَبۡلُوكُم بِٱلشَّرِّ وَٱلۡخَيۡرِ فِتۡنَةٗۖ

“Agar Dia (Allah) menguji kalian dengan kejelekan dan kebaikan sebagai cobaan….” (Al-Anbiya: 35)

Allah subhanahu wa ta’ala hendak menunjukkan siapa kita dengan ujian tersebut. Apakah kita orang yang bersabar dan bersyukur ataukah kita orang yang suka berkeluh kesah dan kufur? Apakah kita sungguh-sungguh dalam keimanan ataukah kita hanya berpura-pura dan ikut-ikutan? Wallahul musta’an.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

لِيَمِيزَ ٱللَّهُ ٱلۡخَبِيثَ مِنَ ٱلطَّيِّبِ

“Agar Allah memisahkan (dengan ujian tersebut) yang buruk dari yang baik.” (Al-Anfal: 37)

Dalam berumah tangga di dunia ini pun pasti ada ujiannya. Seorang yang agamanya baik, tentunya lebih baik keadaannya ketika datang ujian. Kebaikan agamanya membawanya untuk bersabar ketika menghadapi kesulitan dan musibah, serta bersyukur saat beroleh kenikmatan.

Berbeda halnya seseorang yang lemah agamanya, apalagi yang tidak memiliki pijakan agama sama sekali, keadaannya amat berbahaya tatkala datang ujian.

Dari sini kita maklumi hikmah memilih teman hidup yang bagus agamanya. Karena hari-hari setelah ijab qabul adalah hari-hari yang panjang, insya Allah, banyak cerita dan kejadian yang akan bergulir, tangis dan tawa akan datang bergantian, suka dan duka sudah pasti menyapa.

Teman hidup yang bagus agamanya akan mengingatkan untuk bersyukur saat beroleh nikmat dan mengingatkan untuk bersabar ketika ditimpa kesulitan. Bisa diajak kerjasama dalam kebaikan, menasihati di kala lalai dan menguatkan di kala lemah.

Ummu Sulaim radhiallahu ‘anha kembali memberikan teladan kepada kita dalam ujian berumah tangga. Mungkin pembaca sudah pernah mendengarnya? Setelah pernikahan Abu Thalhah dan Ummu Sulaim, keduanya hidup bahagia. Kebahagiaan mereka bertambah tatkala Ummu Sulaim mengandung dan melahirkan seorang anak lelaki nan rupawan. Abu Umair, demikian kunyah bocah yang memenuhi relung kalbu kedua orangnya dengan kecintaan.

Allah subhanahu wa ta’ala berkehendak untuk menguji kedua orang tua yang berbahagia tersebut dengan si anak. Si bocah Abu Umair jatuh sakit. Abu Thalhah selalu menyempatkan diri untuk memeriksa keadaan putra kesayangannya tersebut. Setelah pulang dari pekerjaannya berburu, Abu Thalhah selalu menanyakan keadaan putranya kepada istrinya.

Suatu hari saat Abu Thalhah keluar rumah, Allah subhanahu wa ta’ala berkehendak mengambil kembali titipan-Nya. Meninggallah si kecil Abu Umair. Ummu Sulaim menerima musibah tersebut dengan ketabahan yang luar biasa. Dia bersabar, tetap tsabat, serta ridha dengan ketetapan dan takdir Allah subhanahu wa ta’ala. Kita biarkan Anas bin Malikradhiallahu ‘anhu menceritakan kejadian tersebut.

Putra Abu Thalhah dari Ummu Sulaim, meninggal dunia. Berkatalah Ummu Sulaim kepada orang-orang di rumahnya, “Jangan kalian beri tahu Abu Thalhah tentang kematian putranya ini. Biar aku sendiri yang akan menyampaikan kepadanya.”

Datanglah Abu Thalhah. Ummu Sulaim menyiapkan makan malam untuk suaminya ini. Abu Thalhah pun makan dan minumlah. Setelahnya, Ummu Sulaim berdandan dengan dandanan yang paling bagus, belum pernah sebelumnya dia bersolek secantik malam itu. Melihat hal ini, Abu Thalhah pun terdorong untuk menggauli istrinya.

Ketika Ummu Sulaim melihat suaminya telah puas, dia berkata, “Wahai Abu Thalhah, apa pendapatmu andai suatu kaum meminjamkan barang kepada satu keluarga lalu suatu ketika kaum tersebut meminta kembali barang yang dipinjamkan. Apakah boleh keluarga tersebut menolak mengembalikannya?”

“Tentu saja tidak boleh,” jawab Abu Thalhah.
“Kalau begitu bersabarlah dan harapkan pahala, karena putramu telah diambil Pemiliknya,” kata Ummu Sulaim.

Marahlah Abu Thalhah dan dia  berkata, “Kamu biarkan saya sampai saya junub seperti ini baru kamu beritahu tentang putraku?”

Keesokan harinya Abu Thalhah menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menceritakan kejadian yang menimpanya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa, “Semoga Allah memberkahi malam kalian berdua tersebut.”

Ummu Sulaim pun mengandung dari “hubungan” malam mubarak tersebut dan melahirkan seorang anak yang diberi nama Abdullah oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.[9]

Seseorang dari kalangan Anshar mempersaksikan bahwa Abdullah ini memiliki tujuh anak yang semuanya hafal al-Qur’an. Duhai besarnya ganjaran di dunia bagi orang yang bersabar dalam menghadapi musibah! Belum lagi pahala yang menanti di akhirat!

Ketabahan Ummu Sulaim yang kehilangan buah hatinya diganti oleh Allah subhanahu wa ta’ala dengan yang lebih baik. Alangkah bahagianya dia….

Satu lagi kebahagiaan luar biasa untuk wanita yang beriman ini. Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhu menyampaikan bahwa Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,

… أُريْتُ الْجَنَّةَ فَرَأَيْتُ امْرَأَةَ أَبِي طَلْحَةَ

“Ditampakkan padaku surga, maka aku melihat istri Abu Thalhah….” (HR Muslim no. 6271)

Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, sang putra juga membawakan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berisi bisyarah untuk sang ibunda. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,

.دَخَلْتُ الْجَنَّةَ فَسَمِعْتُ خَشْفَةُ، فَقُلْتُ: مَنْ هَذَا؟ قَالُوا: هَذَاالْغُمَيْصَاءُ بِنْتُ مِلْحَانَ أُمُّ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ

Aku masuk ke dalam surga, aku mendengar ada suara langkah kaki. Aku pun berkata, “Siapa itu?”

Mereka menjawab, “Al-Ghumaisha bintu Milhan, ibu Anas bin Malik.” (HR. Muslim no. 6270)

Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.

Ditulis oleh al-Ustadzah Ummu Ishaq al-Atsariyah

[1]Diperselisihkan nama Ummu Sulaim ini, ada beberapa nama yang disandarkan kepadanya, yaitu Sahlah, Unaifah, Rumaitsah al-Ghumaisha atau ar-Rumaisha. Wallahu a’lam.

[2] Namanya Malik bin an-Nadhr, mati terbunuh dalam keadaan kafir.

[3] Keislaman Ummu Sulaim pada awal pertama cahaya islam menerangi kota Madinah.

[4] Ibnu Hazm dalam al-Muhallamengisyaratkan tentang pendalilan dengan hadits ini bahwa peristiwa yang tersebut dalam hadits terjadi beberapa waktu sebelum hijrahnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam karena Abu Thalhah radhiallahu ‘anhutermasuk orang Anshar yang terdahulu masuk Islam dan saat itu belum turun ayat yang mewajibkan pemberian mahar bagi wanita yang dinikahi.

[5] Ath-Thabaqat, karya Ibnu Sa’d (8/312) danal-Ishabah, karya al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani (8/243)

[6] Lihat haditsnya yang panjang dari pengumpulan semua riwayatnya dalamAhkam al-Janaiz, karya al-Imam al-Albani, hlm. 25—28.

[7] Bairaha adalah nama kebun, Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam biasa masuk ke dalamnya dan minum dari airnya yang segar.

[8] Kalimat ini diucapkan orang Arab saat memuji suatu perbuatan, menganggapnya besar, dan diucapkan karena kagum. (al-Minhaj, 7/87)

[9]  Potongan hadits yang diriwayatka n oleh Muslim
dalam Shahihnya.

Sumber:http://asysyariah.com//islammu-sebagai-maharku/

KISAH INDAH ISTRI SHOLIHAH DAMBAAN SUAMI

Posted on

Kisah Iwahai laki-laki bangunlahndah Istri Sholihah Dambaan Suami

Dahulu ‘Umroh istri hubaib al ‘ajamy ia pernah membangunkan suaminya untuk shalat malam lalu ia pun berkata :

wahai laki laki…bangunlah!!!
sungguh malam telah berlalu dan siang akan datang,
dihadapanmu terbentang jalan yang sangat jauh sementara perbekalan kita sangat sedikit
dan sungguh kafilah (rombongan) orang orang sholih telah berjalan (mendahului kita),
sementara kita masih berdiam disini ”
(Shifatush Shafwah : 4/35).

كانت عمرة (امرأة حبيب العجمي) توقظ زوجها للصلاة ليلا وتقول: “قم يا رجل! فقد ذهب الليل، وجاء النهار، وبين يديك طريق بعيد وزاد قليل، وقوافل الصالحين قد سارت، ونحن قد بقين”

(صفة الصفوة ٤\٣٥ )

Join Channel Telegram:
Http://bit.ly/KajianIslamTemanggung

RENUNGAN BAGI PARA PEMUDA

Posted on

renungan bagi para pemuda

Renungan Bagi Para Pemuda

Berkata Syumaith bin ‘Ajlan رحمه الله:
“Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla menjadikan kekuatan seorang mukmin ada dalam hatinya dan tidak pada tubuhnya. Tidakkah kalian melihat bahwasannya ada orang tua yang badannya lemah tetap mampu berpuasa di siang hari dan qiyamul lail pada malam hari, sedangkan  seorang pemuda merasa berat (tidak mampu) untuk melakukan hal tersebut.”

(Hilyatul ‘Auliya 3/130)

قال شميط بن عجلان رحمه الله:

“إن الله –عزوجل- جعل قوة المؤمن في قلبه ولم يجعلهافي أعضائه، ألا ترون أن الشيخ يكون ضعيفًا يصوم الهواجر ويقوم الليل، والشاب يعجز
عن ذلك (حلية الأولياء : ٣\١٣٠ )

Sumber : http://bit.ly/KajianIslamTemanggung

WAHAI SAUDARAKU, BERTAUBATLAH…

Posted on

wahai saudaraku, bertaubatlahTerlanjur basah, mandi sekalian..!

Pepatah yang salah jika ditempatkan pada keadaan seorang yang telah melakukan dosa.
Ketika ada seorang hamba berbuat dosa, sebagian berpikiran bahwa dirinya telah melakukan suatu yang menghabiskan segalanya.

Seolah dosanya tersebut adalah martir dahsyat yang meluluh lantakkan hidupnya.
Hancur berkeping tak karuan.

Memang, dosa adalah sesuatu perkara yang tidak sepele.
Akan tetapi bukan berarti dosa adalah akhir dari segalanya.
Allah adalah Rabb yang mengampuni dosa dan Rabb yang penyayang.

Allah ta’ala berfirman:
“Dan hendaklah engkau meminta ampun kepada Rabb-mu dan bertaubatlah kepada-Nya”
(QS. Hud: 3).

Wahai saudaraku..
Apa yang membuatmu hancur?
Bukankah Allah sangat gembira kepada seorang hamba yang mau bertaubat kepada-Nya.
Sebagaimana Rasulullah bersabda:
“Sesungguhnya Allah lebih gembira dengan taubat hamba-Nya dibanding kegembiraan seorang di antara kalian ketika menemukan kembali untanya, padahal untanya tersebut telah meninggalkannya di padang luas”.
(HR. Bukhari dan Muslim).

Wahai saudaraku..
Apa yang engkau tunggu?
Rasulullah bersabda:
“Sesungguhnya Allah membentangkan Tangan-Nya pada malam hari untuk menerima taubat orang yang berbuat dosa pada siang hari. Dan membentangkan Tangan-Nya pada siang hari untuk menerima taubat orang yang berbuat dosa pada malam hari, sampai terbit matahari dari tempat terbenamnya”.
(HR. Muslim).

Wahai saudaraku..
Bertaubatlah..
Tinggalkan masa lalumu yang penuh dengan dosa dengan meninggalkan lingkungan dan teman-teman yang tidak bermanfaat.
Buka lembaran baru dalam hidupmu dengan kebaikan.
Jangan putus asa dengan rahmat dan ampunan Allah. Sesungguhnya Allah Maha penyayang.

Sumber : [WA Sedikit Faidah Saja]

BERILAH HAK JALAN

Posted on

berilah hak terhadap jalanBerilah hak jalan…

عَنْ أَبِـي سَعِيدٍ الْـخُدْرِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ إِيَّاكُمْ وَالْـجُلُوسَ بِالطُّرُقَاتِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللهِ مَا بُدَّ لَنَا مِنْ مَـجَالِسِنَا نَتَحَدَّثُ فِيهَا فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ إِنْ أَبَـيْتُمْ فَأَعْطُوا الطَّرِيقَ حَقَّهُ قَالُوا وَمَا حَقُّ الطَّرِيقِ يَا رَسُولَ اللهِ قَالَ غَضُّ البَصَرِ وَ كَفُّ الأَذَى وَ رَدُّ السَّلاَمِ وَاْلأَمْرُ بِالْـمَعْرُوفِ وَ النَّهْيُ عَنِ الْـمُنْكَرِ

Dari Abu Said Al-Khudry radhiallahu’anhu dari Nabi shallallâhu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Jauhilah oleh kalian duduk-duduk di jalan”.

Maka para Sahabat berkata: “Kami tidak dapat meninggalkannya, karena merupakan tempat kami untuk bercakap-cakap”.

Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wasallam bersabda: “Jika kalian enggan (meninggalkan bermajelis di jalan), maka berilah hak jalan”.

Sahabat bertanya: “Apakah hak jalan itu?”

Beliau menjawab: “Menundukkan pandangan, menghilangkan gangguan, menjawab salam, memerintahkan kebaikan dan mencegah kemungkaran.”

(HR. Muslim)

Ustadz Abu Yahya Muhammad || الناجية ملتقى السلفيين

NASIHAT EMAS BAGI PEGIAT RIBAWI

Posted on Updated on

Nasihat Bagi Pegiat RibawiNasihat Emas Bagi Pegiat Ribawi
Al-‘Allamah DR. Robi’ bin Hadi Al-Madkholi hafizhohulloh

Pertanyaan:
Apakah dibolehkan bagiku meminjam dari bank ribawi untuk membeli sebuah rumah? Berikan faedah kepada kami jazakumullohu khoiro.

Jawaban:
Jika engkau butuh sebuah roti untuk makan dan dengan itu engkau terselamatkan dari kematian maka jangan engkau mengambil (baca: meminjamnya) dari bank sedikitpun terlebih untuk membangun rumah atau membeli mobil.
Allah telah halalkan bagimu bangkai, daging babi, hewan yang mati terpukul dan yang jatuh; Allah halalkan itu semua di saat terpaksa.

❝ Namun Allah tidak pernah menghalalkan bagimu riba; riba bahaya sekali dan bahaya sekali. ❞
Maka jangan engkau bermu’amalah dengan riba dan bersabarlah; karena sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:

(وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا * وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ) [سورة الطلاق 2 – 3]

“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” [Qs. At-Tholaaq: 2-3]

❝ Maka riba adalah dosa besar dan perkara yang berbahaya; dan yang menghalalkannya dikafirkan. ❞

Dan jika engkau butuh sebuah rumah maka bersabarlah hingga Allah beri engkau rezeki, dan berlindunglah kepada Allah serta curahkan (usaha menempuh) sebab-sebab hingga Allah persiapkan bagimu sebuah rumah, dan jika tidak maka engkau mati dalam keadaan engkau selamat dari peperangan melawan Allah;

karena orang yang berbuat riba adalah orang yang memerangi Allah -na’udzubillah- ; sebagaimana difirmankan Allah ‘Azza wa Jalla:

(فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ ۖ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لَا تَظْلِمُونَ وَلَا تُظْلَمُونَ) [سورة البقرة 279]

“Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” [Qs. Al-Baqoroh: 279)

Allah umumkan peperangan atas pelaku riba.

Dan Rasulullah telah melaknat pemakan riba, wakilnya, penulisnya, dan kedua saksinya.

Apa yang engkau inginkan setelah kutukan? Apakah bermanfaat bagimu rumah sedangkan di hadapanmu neraka jahanam?

Hendaklah bertakwa kepada Allah setiap mu’min dan bersabarlah atas kemiskinan dirinya serta atas hajatnya; karena Allah berfirman:

(وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ ۗ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ) [سورة البقرة 155]

“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” [Qs. Al-Baqoroh: 155]

Bersabarlah dan Allah akan memberimu balasan yang besar ini, sebagai pengganti dari engkau terjatuh ke dalam kutukan-Nya, kemarahan-Nya, kemurkaan-Nya, dan siksa-Nya.

Pikullah kesulitan ini di dunia karena sejatinya dia bukanlah apa-apa jika dibandingkan dengan kemurkaan Allah dan siksa-Nya.

Kita memohon kepada Allah agar kita dicukupkan dengan karunia-Nya dan anugerah-Nya dari segala hal yang akan mendatangkan kemarahan dan kemurkaan-Nya; sesungguhnya Robb kita sungguh maha mendengar semua doa.

Shalawat dan salam atas Nabi kita, Muhammad, dan atas keluarganya serta para sahabatnya.

••┈┈┈••✦✿✦••┈┈┈••

Mawsu’ah Mu`allafat wa Rosail wa Fatawa Syaikh Robi’ Al-Madkholi (1/134-135).

Sumber : Channel Telegram Mutiara ASK https://telegram.me/MutiaraASK

HUKUM MERAYAKAN VALENTINES DAY (‘IDUL HUB)

Posted on Updated on

cover islam tidak valentineHukum Merayakan Valentine’s Day (‘Idul Hub)
[ Fatwa al-Lajnah ad-Da’imah no. 21203 ]

Pertanyaan :
“Sebagian orang pada tanggal 14 Februari setiap tahun miladi merayakan ‘Idul Hubb (Valentine Day). Mereka saling memberikan hadiah dengan kemasan warna merah, mengenakan baju berwarna merah, dan saling mengucapkan selamat. Beberapa toko manisan/permen membuat manisan berwarna merah, dibuat dengan motif gambar hati. Ada pula sebagian toko yang membuat iklan-iklan barang-barang dagangan mereka yang spesial untuk hari tersebut. Maka bagaimana pendapat Anda tentang :
1. (Hukum) merayakan hari tersebut?
2. Membeli dari toko-toko itu pada hari tersebut?
3. Pemilik toko (yang tidak ikut merayakan) namun menjual barang-barang untuk keperluan hadiah kepada orang-orang yang merayakan hari tersebut?

Jawab :
Dalil-dalil yang tegas dari al-Qur ‘an dan as-Sunnah telah menunjukkan – dan di atas inilah para Salaful Ummah telah bersepakat – bahwa hari perayaan (‘Id) dalam Islam hanya ada dua, yaitu : ‘Idul Fithri dan ‘Idul Adh-ha. Adapun perayaan-perayaan selain kedua hari raya tersebut, baik perayaan yang berkenaan dengan tokoh tertentu, atau kelompok, atau peristiwa penting, atau berkaitan dengan makna tertentu, maka itu semuanya ADALAH PERAYAAN-PERAYAAN YANG BID’AH, TIDAK BOLEH BAGI AHLUL ISLAM UNTUK MERAYAKANNYA, atau menyetujuinya, atau turut menampakkan rasa senang dengannya, tidak boleh pula turut membantu pelaksanaan perayaan tersebut sedikitpun. Karena itu termasuk TINDAKAN MELANGGAR BATAS-BATAS ALLAH. Barangsiapa yang melanggar batas-batas Allah maka dia telah MENZHALIMI DIRI SENDIRI.

Apabila ditambah, di samping perayaan yang diada-adakan (dalam agama), ternyata juga merupakan perayaan yang berasal dari perayaannya orang-orang kafir, maka itu adalah DOSA di atas DOSA. Karena pada yang demikian itu terdapat tasyabbuh (menyerupai) orang-orang kafir dan ada unsur loyalitas/kecintaan kepada orang-orang kafir. Allah telah melarang kaum mukminin dari menyerupai orang-orang kafir dan dari loyal/cinta kepada orang-orang kafir dalam Kitab-Nya yang mulia. Juga telah sah dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda,

من تشبه بقوم فهو منهم

“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk dari kaum tersebut.” (HR. Abu Dawud 4031)

Valentin’s day termasuk dalam perayaan yang disebutkan di atas. Karena perayaan itu berasal dari perayaan-perayaan paganisme Kristen. Maka TIDAK HALAL bagi seorang yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir untuk ikut MERAYAKANnya, atau MENYETUJUInya, atau MENGUCAPKAN SELAMAT. Bahkan yang wajib adalah MENINGGALKAN dan MENJAUHInya, dalam rangka memenuhi (perintah) Allah dan Rasul-Nya, dan agar jauh dari sebab-sebab kemurkaan dan siksa-Nya.

Sebagaimana DILARANG pula atas seorang muslim untuk MEMBANTU pelaksanaan/penyelenggaraan perayaan tersebut (Valentin’s Day), atau perayaan-perayaan haram lainnya, dalam bentuk apapun, baik berupa makanan, minuman, jual beli, kerajinan tangan, hadiah, surat/pesan (SMS), pengumuman/iklan, dan yang lainnya. Karena itu semua termasuk bentuk Ta’awun (kerja sama/saling menolong) dalam dosa dan permusuhan. Allah Ta’ala berfirman,

وتعاونوا على البر والتقوى،ولا تعاونوا على الإثم والعدوان، إن الله شديد العقاب

“Saling menolonglah kalian dalam kebajikan dan ketaqwaan, dan janganlah saling menolong dalam dosa dan permusuhan. Sesungguh Allah sangat keras adzab-Nya.” (QS. Al-Maidah :2)

Wajib atas seorang muslim untuk BERPEGANG TEGUH KEPADA AL-QUR`AN DAN AS-SUNNAH dalam semua kondisinya. Terlebih lagi pada masa-masa penuh fitnah dan banyaknya kerusakan. Hendaknya dia menjadi seorang yang jeli dan waspada dari terjatuh kepada kesesatan-kesesatan orang-orang yang dimurkai (oleh Allah), orang-orang tersesat dan fasik, yang tidak percaya akan kebesaran Allah, dan sama sekali tidak peduli terhadap Islam.

Hendaknya setiap muslim kembali kepada Allah, dengan mengharap dari-Nya hidayah-Nya dan kokoh di atas hidayah tersebut. sesungguh tidak ada yang memberi hidayah dan mengokohkan di atas-Nya kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala

Al-Lajnah ad-Da`imah

sumber : http://www.manhajul-anbiya.net/hukum-merayakan-valentines-day-idul-hub/
baca juga http://asysyariah.com/mitos-valentine-day/